Makalah Kebijakan Tentang Manajemen Berbasis Sekolah atau Madrasah sebagai upaya peningkatan Mutu Pendidikan Di Indonesia
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pendidikan
merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manusia, pendidikan
padadasarnya merupakan usaha sumberdaya manusia seiring perkembangan zaman yang
sangat cepat dan modern membuat dunia pendidikan khususnya diindonesia semakin
penuh dengan dinamika. Dimanika itu tampak dari tidak henti-hentinya sejumlah
masalah yang dihadapi didunia pendidikan. Merosotnya mutu pendidikan
diindonesia disebabkan oleh buruknya sisitem pendidikan nasional dan rendahnya
sumber manusia.
Kebijakan
pendidikan terdapat ketidak jelasan
dalam asumsi-asumsi terhadap permasalahan-permasalahn pendidikan, dalam
melakukan analisis kebijakan pendidikan kurang konstektual sebagai suatu
kebujakan yang utuh dan teritegrasi secara empirical, evaluative, normative,
predicitive, memberi pedoman jelas
bagi pengejewantahan formulasi, implementasidan evaluasi kebijakan. Kebijakan
ini tidak diformulasikan berdasarkan elemen-elemen yang perlu di integrrasikan
secara synergy artinya apakah
rumusan-rumusan kebijakan tersebut telahmemenuhi kriteria kebijakan yang utuh
atau masihada butir-butir yang lepasdari ruang lingkupnya.
Peningkatan
mutu pendidikan merupakan sasaran pembangunan di bidang pendidikan nasional dan
merupakan bagian integraldari upaya peningkatan kualitas manusia Indonesia
secara kaffah (menyeluruh). Pemerintah, dalam hal ini pendidikan
nasional telah mencanangkan “Gerakan Peningkatan Mutu Pendidikan” pada tanggal
02 mei 2002 dan lebih terfokus lagi, setelah diamanatkan dalam Undang-Undang
No. 20 Tahun 2003 tentang system pendidikan nasional bahwa pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
A. Bentuk Kebijakan
Kebijakan
dalam penbangunan pendidikan harus merupakan pondasi untuk melaksanakan
pembangunan dalam berbagai bidang lainnya mengingat secara hakiki upaya
pembangunan pendidikan adalah untuk membangun kompetinsi manusianya yang kelak
akan menjadi pelaku pembangunan diberbagai bidang pembangunannya. Filosofi
dalam kebijakan pendidikan pada dasarnya dijiwai oleh cita-cita luhur
sebagaimana rumusan yang termaktub dalamamanat konstitusi. Dalam konteks inilah
filosofi tersebut harus dijadikan pedoman dalam setiap kebijakan
pembangunandibidang pendidikan. Untuk itu lah kebujakan yang berpihak sangat
diperlukan dari semua pihak, terutama pemerintah khusus pemerintah. Ada lima
kebijakan yang perlu dilakukan pemerintah
1. Kebijakan
bidang pendidikan yang lebih jelas. Dengan adanya PP No.37 Tahun 37 seharusnya
memetakansecara jelas apa kewenangan tiap jenjang pemerintahan. Sehingga tidak
ada lagi kebijakan yang bersifat ganda atau berbenturan.
2. Pemberian
kewenangan disertai dengan anggaran yang sesuai. Hingga sekarang ini masih
banyak daerah yang kesulitan membangun sekolah-sekolah dipedalaman. Perbedaan
kondisi fisik sekolah antara perkotaan dan perdesaan terlihat timpang.
Kewenangan yang diberikan pada daerah tidak diimbangi dengan anggaran sehingga
daerah kesulitan mengejar ketimpangan tersebut.
3. Formulasi
anggaran kedaerah sebaiknya juga memerhatikan kondisi wilayah. Penentapan
standar yang sama tidak mencerminkan keadilan. Minimal ada tiga indikator yang
mempengaruhi ukuran pemberian bantuan. Ketiga indicator tersebut adalah kondisi
geografis, PDRD serta inflasi. Dengan
memperhatikan hal tersebut akan membantu daearh-daerah yang masih minus dalam
APBDnya.
4. Merangsang
inovasi dan teroboskan yang dilakukan oleh kepala daerah. Apabila ada kebijakan
kepala daerah yang memang rasional sertameningkatkan kualitas pendidikan dan
membantu masyarakat, harusnya terobosan ini di apresiasikansehingga membantu
daerah-daerah lainuntuk mereplikasi kebijakan yang menguntungkanmasyarakat.
5. Memberikan
reward dan punishment pada daerah yang melakukan terobosan bagus
atau membiarkan kondisi pendidikan didaerahnya merosot.[1]
Kebijakan
mutu pendidikan, yaitu:
1. Peningkatan
tenaga pendidikan, nisalnya melaluin program
in service training, magang, pencangkokan, studi lanjut dan pemberdayaan
SDM.
2. Penetapan
konsesus standar kompetensi pendidikan nasional,yaitu sejauh mana sisiwqa
seharusnya menguasai suatu pengetahuan dan keterampilan.
3. Penetapan
standar mutu pendidikan nasional melalui konsesus
4. Peningkatan
upaya pencapaian standar mutu global
5. Pemenuhan
kebutuhan sarana (buku, peralatan sekolah).
6. Pemenuhan
biaya operasional dan perawatan
7. Pemeliharaan
gedung dean peralatan
8. Pemenuhan
perangkat penyelenggaraan pendidikan dan SDMnya
9. Pemenuhan
jumlah tenaga pendidikan
10. Pemenuhan
kesejahteraan tenaga kependidikan
11. Pemenuhan
kebutuhan pokok makanan dankesehatan siswa.
12. Penetapan
standar pelayanan minimal yang harus diberikan atau dibiayai oleh daerah dalam
setiap jenis, jenjang dan jalur pendidikan yang disertai dengan indikator
kinerjanya.[2]
Pengertian
Manajemen Berbasis
Istilah manajemen
berbasis sekolah (MBS) merupakan terjemahan dari school based management.
Istilah ini pertama kali muncul di Amerika Serikat ketika masyarakat mulai
mempertanyakan relevansi pendidikan dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat
setempat.
MBS merupakan suatu konsep yang menawarkan otonomi pada sekolah untuk
menentukan kebijakan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu, efisiensi dan
pemerataan pendidikan agar dapat mengakomodasi keinginan masyarakat setempat
serta menjalin kerja sama yang erat antara sekolah, masyarakat, dan pemerintah.
[3]
Manajemen Berbasis sekolah/madrasah (MBS/ MBM)
merupakan paradigma baru pendidikan yang memberikan otonomi luas pada tingkat
sekolah (pelibatan masyarakat) daalam kerangka kebijakan pendidikan
nasional. Pelibatan
masyarakat ini dimaksudkan agar mereka lebih memahami, membantu, mengontrol
pengelolaan pendidikan.
Istilah manajemen
berbasis sekolah merupakan terjemahan dari “school-based management”.
MBS merupakan paradigma baru pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada
tingkat sekolah ( pelibatan masyarakat ) dalam kerangka kebijakan pendidikan
nasional.
Menurut Edmond yang
dikutip Suryosubroto merupakan alternatif baru dalam pengelolaan pendidikan
yang lebih menekankan kepada kemandirian dan kreatifitas sekolah. Nurcholis
mengatakan Manajemen berbasis sekolah (MBS) adalah bentuk alternatif sekolah
sebagai hasil dari desentralisasi pendidikan.[4]
Tujuan MBS
1.
Meningkatkan
mutu pendidikan melalui peningkatan kemandirian, fleksibelitas, partisipasi,
keterbukaan, kerjasama, akuntabilitas, sustainbilitas, dan inisiatif sekolah
dalam mengelola, memanfaatkan, dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama;
2.
kepedulian warga
sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan
keputusan bersama.
3.
meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat, dan
pemerintah tentang mutu sekolahnya;
4.
Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan
yang akan dicapai.
Tujuan MBS/ MBS
MBS/ MBM yang tandai dengan otonomi sekolah/
madrasah dan pelibatan masyarakat merupakan respons pemerintah terhadap
gejala-gejala yang muncul di masyarakat, bertujuan untuk meningkatkan
efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Peningkatan
mutu dapat diperoleh, antara lain melalui partisipasi orang tua terhadap
sekolah, fleksibilitas pengelolaan sekolah dan kelas, peningkatan
profesionalisme guru dan kepala sekolah.
Manfaat MBS atau MBM
MBS mendorong profesionalisme guru dan kepala sekolah sebagai
pemimpin kependidikan sekolah. Melalui penyusunan kurikulum elektif,
rasatanggap sekolah terhadap kebutuhan setempat meningkat dan menjamin layanan
pendidikan sesuai dengan tuntutan peserta didik dan masyarakat sekolah.
MBS menekankan keterlibatan maksimal berbagai pihak, sepeti pada
sekolah-sekolah swasta, sehingga menjamin partisipasi staf, orang tua, peserta
didik, dan masyarakat yang lebih luas dalam perumusan-perumusan keputusan
tentang kependidikan. Kesempatan berpartisipasi tersebut dapat meningkatkan komitmen
mereka terhadap sekolah. Selanjutnya, aspek-aspek tersebut pada akhirnya akan
mendukung efektifitas dalam pencapaian tujuan sekolah.
B. Implementasi Di Lapangan
Peningkatan
mutu pendidikan disekolah perlu didukung kemamampuan manjerial para kepala sekolah,
sekolah perlu berkembang maju dari tahun ke tahun. Karena itu hubungan baik
antarguru perlu diciptakan agar terjalin iklim dan suasana kerja yang kondusif
dan menyenangkan.Manajemen sekolah perlu di bina agar sekolah menjadi
lingkungan pendidikan yang dapat menumbuhkan kreativitas, disiplin, dan
semangat belajar peserta didik.
Kepala
sekolah perlu memilki pengetahuan kepemimpinan, perencanaan, dan pandangan yang
luas tentang sekolah dan pendidikan. Wibawa kepala sekolah harus
ditumbuhkembangkan dengan meningkatkan sikap kepedulian, semangat belajar,
disiplin kerja, keteladanan, hubungan manusiawi sebagai modal perwujudan iklim
kerja yang kondusif. Kepala sekolah dituntut untuk melakukan fungsinya sebagai
manajer sekolah dalam meningkatkan proses belajar mengajar, dengan melakukan
supervise kelas, membina, dan memberikan saran-saran positif kepada guru.
Disamping itu, kepala sekolah juga harus melakukan tukar fikiran, sumbangsaran,
dan studi banding antarsekolah untuk menyerap kiat-kiat kepemimpinan darikepala
sekolah yang lain.
Guru
harus berkreasi dalam meningkatkan manajemen kelas, guru adalah teladan dan
panutan langsungpara peserta didik dikelas. Oleh karena itu, guru harus siap
dengan segala kewajiban, baik manajemen maupun persiapan isi materi pengajaran.
Guru harus mengorganisasikan kelasnya dengan baik.
Upaya
peningkatan mutu perluasan pendidikan, yaitu
a. Kecukupan
sumber-sumber pendidikan. Dalam hal ini meliputi kualitas tenaga kependidikan,
biaya, dan sarana belajar
b. Mutu
proses belajar mengajar yang dapat mendorong siswa belajar aktif
c. Mutu
keluaran dalam bentuk pengetahuan, sikap, keterampilan, dan nila-nilai.[5]
Langkah-langkah
kepala sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia:
a. Menyederhanakan
beban studi
Filosofisnya,
lebih baik mata pelajaran sedikit tetapi siswa menguasai dari pada banyak,
tetapi serba tidak menguasai. Maka, mata pelajaran yang tidak ada kelanjutanya
pada jenjang pendidikan di atasnya sebaiknya dihapus.
b. Membangun
profesionalisme guru.
Para guru
madrasah harus profesional, mereka harus di berdayakan mulai dari tingkat
pendidikan yang mensyaratkan minimal sarjana, memiliki keahlian dengan mata
pelajaran yang dibina, kedisiplinan diperketat, mampu memberi contoh atau
teladan dalam kehidupan dimadrasah maupun dimasyarakat.
Sebagai
pendidik professional, guru bukan saja dituntutuntuk melaksanakan tugasnya
sebagai guru professional, tetapi jugaharus memiliki pengetahuan dan kemampuang
yang professional.[6]
c. Membangun
kesadaran siswa.
Dasar
pemikirannya sederhana sekali, bahwa kurikulum sebaik apapun, guru
seprofesional apapun, tetapi jika siswa tidak merespon dengan kesadaran belajar
maka pendidikan akan selalu gagal. Kesadaran siswa untuk belajar harus
dibangkitkan melalui pengawasan guru dan orang tua, pembatasan keluyuran siswa
diluar jam pelajaran siswa, pengendalian kegiatan menonton televisi, upaya
merangsang siswa gemar belajar, upaya melengkapi fasilitas sekolah, dan
mereformulasi strategi pembelajaran dengan basis psikologi.
d. Membuat
perpustakaan dan laboratorium.
Dua sarana ini
termaksud jantung madrasah sehingga semua nya harus sehat. Buku-buku referensi
pendidikan perpustakaan harus diperbanyak, dan harus dipilih sesuai dengan
kebutuhan siswa sehingga benar-benar dibaca. Sebaliknya, perpustakaan juga
dilengkapi dengan internet sehingga siswa dapat mengakses informasi secara
cepat. Fungsi laboratorium juga harus dimaksimalkan, baik pada tingkat
pengelolaan, penggunaan inovasi, maupun macamnya.
e. Membangun
strategi pembelajaran yang ekseleratif.
Tugas terberat
bagi para guru madrasah adalah mencari formulasi baru untuk menyusun strategi
pembelajaran yang akseleratif, yaitu mampu mempercepat penguasaan siswa terhadap pengetahuan, terutama yang ada
didalam mata pembelajaran . tugas ini sangat berat tetapi sangat mulia, jika
berhasil, akan bisa membuktikan pendidikan yang sejati dengan ciri-ciri mampu
mengubah kesadaran, perilaku, pandangan, semangat, dan perestasi siswa.[7]
Edward Deming, Paine dkk. (1992:10-13)
menyarankan 14 butir mencapai mutu pendidikan:
1. Merancang
secara terus menerus berbagai tujuan pengembangan siswa, pegawai, dan layanan
pendidikan
2. Mengadopsi
filosofi baru yang mengedepankan kualitas pembelajaran dan kualitas sekolah.
Manajemen pendidikan harus mengambil prakarsa dalam gerakan peningkatan mutu
ini
3. Guru
harus menyediakan pengalaman pembelajaran yang menghasilkan kualitas kerja.
4. Menjalin
kerja sama yang baik dengan pihak-pihak yang berkepentingan untuk menjamin
bahwa input yang diterima bahwa input yang diterima berkualitas
5. Melakukan
evaluasi secara kontinu dan mencari terobosan-terobosan pengembangan system dan
proses untuk meningktakn mutu dan produktivitas
6. Para
guru, staf lain dan murid harus dilatih dan dilatih kembali dalam pengembangan
mutu.
7. Kepemimpinan
lembaga yang mengarahkan guru, stafdan siswa mengerjakan tugas pekerjaanya
dengan baik.
8. Mengembangkan
ketakutan, yakni semua staf harus merasa mereka dapat menemukan masalah dan
cara pemecahanya. Guru mengembangkan kerja sama dengan siswa untuk meningkatkan
mutu
9. Menghilangkan
penghalang kerjasama diantara staf, guru, dan murid, atau antar ketiganya
10. Hapus
selogan, desakan atau target yang bernuansa pemaksaan dari luar.
11. Dikurangi
angka-angka kuota diganti dengan penerapan kepemimpinan
12. Hilangkan
perintang-perintang yang dapat menghilangkan kebanggaan paraguru dan siswa
terhadap kecakapan kerjanya
13. Sejalan
dengan kebutuhan penguasaan materi baru, metode-metodeatau teknik-teknik baru,
maka harus disediakan program pendidikan atau pengembangan diri bagi setiap
orang dalam lembaga sekolah tersebut.
14. Pengelolaan
harus memberikan kesempatan kepada semua pihak untuk mengambil bagian atau
peranan dalam mencapai kualitas.[8]
1. Strategi
Implementasi MBS
Implementasi MBS
akan berlangsung secara efektif dan efisien apabila di dukung oleh sumber daya
manusia yang professional untuk mengoperasikan sekolah, dana yang cukup agar
sekolah mampu mengkaji staf sesuai dengan fungsinya, saran dan prasarana yang
memadai untuk mendukung proses belajar mengajar, serta dukungan masyarakat
(orang tua) yang tinggi.
MBS dapat
diimplementasikan secara optimal sebagai berikut:
a. Penyiapan
konsep
Perubahan
dan perkembangan sosial, budaya, politik dikalangn masyarakat menuntut sekolah
atau madrasah untuk melakukan berbagai penyesuaian dan reformasi konsep
manajemen pendidikan. Kehadiran MBS atau MBM merupakan tuntutan mutlak
yangharusdijadikan anternatif pemecahan masalah pendidikan disekolah atau
dimadrasah.
Ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalampenyiapan konsep MBS atau MBM yaitu:
a. Pemilihan
kepala sekolah atau madrasah dan pendidik professional
b. Bentuk
partisipasi masyarakat dan orang tua (komite sekolah atau madrasah)
c. Pendanaan
sekolah atau madrasah
d. Kualitas
pembelajaran dan lulusan sekolah atau madrasah.[9]
b. Pengelompokan
Sekolah atau madrasah
Dalam
rangka mengimplementasikan MBS atau MBM, perlu dilakukan pengelompokkan sekolah
berdasarkan kemampuam manajemen, dengan mempertimbangkan kondisi lokasi dan
kualitas sekolah, yaitu baik, sedang, kurang, yang tersebardi lokasi-lokasi
maju, sedang, dan ketinggalan. Perbedaan kemampuan manajemen , mengharuskan
perlakuan yang berbeda terhadap setiap sekolah sesuai dengan tingkat kemampuan
masing-masing.
c. Pentahapan
Implementasi MBS atau MBM
Implementasi
MBS atau MBM perlu pentahapan sesuai dengan kondisi sesuai masyarakat. MBM atau
MBS perlu dilaksanakan secara bertahap yaitu jangka pendek, jangkamenengah dan
jangka penjang.program jangka pendek perlu di prioritaskan pada kegiatan yang
tidak perubahan mendasar terhadap aspek-aspek pendidikan. [10]
d. Perangkat
implementasi MBS atau MBM
Implementasi
MBS memerlukan seperangkat peraturan dan pedoman-pedoman umum yang dapat
dipakai sebagai pedoman dalam perencanaan,monitoring dan evalusai serta laporan
pelaksanaan.
Beberapa pemikiran
terobosan pengelolaan pendidikan di daerah terpencil, kepulauan dan perbatasan
untuk meningkatkan mutu pendidikan
a. Pengadaan
dan penempatan guru
Pengadaan dan penempatan guru haruslah
satu paket. Artinya, tenaga guru untuk daerah tersebut dipersiapkan dalam satu
program secara, cermat, baik dalam jumlah maupun kualifikasi fisik dan psikis
dalam suatu program khusus.
b. Pengelolaan
pendidikan melalui Dati II/ Kodya
Pengarangan
pendidikan di daerah terpencil haruslah ditangani oleh aparat yang
terdekatdengan lokasi. Dalam hal ini kabupaten/Kodya adalah unit administrasi
yang relatif paling dekat dengan lokasi. Kabupaten/Kodya menjadi unit administratif
yang merencanakan serta mengelola program ini bekerja sama dengan
lembaga-lembaga yang terkait.
c. Pelaksanaan
kurikulum yang sarat dengan muatan lokal
Kurikulum
untuk sekolah-sekolah perlu dirancang secara khusus tanpa meninggalkan tuntutan
minimal dari kurikulum nasional serta pemupukan sikap yang sesuai dengan konsep
Wawasan Nusantara.
d. Keterkaitan
dengan sektor-sektor lain secara terpadu
Pendidikan
berfungsi untuk mencerdaskan kehidupan manusia dan masyarakat Indonesia.
Pendidikan merupakan bagian dari suatu usaha terpadu, katakanlah salah satu
sector terpenting untuk meningkatkan taraf hidup suatu masyarakat, meningkatkan
pendapatan, dan membantu perluasan kesempatan kerja.[11]
C. Realitas Dilapangan
Pendidikan
merupakan kunci utama bagi bangsa yang ingin maju dan unggul dalam persaingan
global. Pendidikan adalah tugas negara yang paling penting dan sangat
strategis. Sumber manusia yang berkualitas merupakan prasyarat dasar bagi
terbentuknya peradaban yang lebih baik dan sebaliknya, sumber manusia yang
buruk akan menghasilkan peradaban yang buruk. Melihat realitas pendidikan
pendidikan di negeri ini masih banyak masalah dan jauh dari harapan. Bahkan
jauh tertinggal dari Negara-negara lain.
Masalah
pendidikan di Indonesia ibarat benang kusut. Banyak permasalahan yang terjadi
di dalam pendidikan Indonesia bukan hanya sistem pendidikannya tetapi pelaku
yang ada didalamnya. Lihat saja, banyak pelanggaran yang terjadi seperti banyak
pelajar melakukan tawuran, narkoba, free sex , bahkan ada oknum guru yang
seharusnya menjadi panutan justru melakukan pelanggaran yaitu membiarkan
kecurangan yang terjadi saat UN dengan alasan agar para siswanya lulus 100%.
Sungguh, ini merupkan keadaan yang sangat ironis.
Mirisnya lagi
yang bisa mengenyam pendidikan kebanyakan orang-orang golongan atas , yang
memiliki uang lebih dan sementara orang-orang dari golongan bawah hanya bisa
diam dan tak tahu harus berbuat apa. Lihatlah pada realitanya banyak
calon-calon generasi penerus bangsa tidak bersekolah dan alasannya terkait
biaya pendidikan terlalu mahal. Akibat kondisi seperti ini, terjadi
pengganguran dimana-mana, kriminalitas menjadi hal yang utama menjadi pekerjaan
mereka, kemiskinan pun menjadi lingkaran setan yang sulit diputuskan. Beginalah
realitas bangsa Indonesia. (Dikutip dari kompasiana.com)
Menurut laporan
BPK tahun 2003 lalu Depdiknas merupakan lembaga pemerintah terkorup kedua
setelah departemen agama. Kemudian laporan ICW menyebutkan bahwa korupsi
didunia pendidikan di lakukan secara bersama-sama dalam segala jenjang sekolah,
diknas, sampai departemen. Pelakunya mulai dari guru, kepala sekolah, kepala
diknas dan seterusnya. Ini menjadi gambaran bahwa moral bangsa Indonesia sangat
rendah. Yang lebih memprihatinkan adalah oknum-oknum korupsi berasal dari agen-agen pendidikan. Hal ini meyebabakan
Mutu pendidikan di Indonesia menjadi sangat rendah.[12]
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Kebijakan
dalam penbangunan pendidikan harus merupakan pondasi untuk melaksanakan
pembangunan dalam berbagai bidang lainnya mengingat secara hakiki upaya
pembangunan pendidikan adalah untuk membangun kompetinsi manusianya yang kelak
akan menjadi pelaku pembangunan diberbagai bidang pembangunannya.Ada lima
kebijakan yang perlu dilakukan pemerintah.
Peningkatan
mutu pendidikan disekolah perlu didukung kemamampuan para kepala sekolah dan
guru, Kepala sekolah perlu memilki pengetahuan kepemimpinan, perencanaan, dan
pandangan yang luas tentang sekolah dan pendidikan. Guru harus berkreasi dalam
meningkatkan manajemen kelas, guru adalah teladan dan panutan langsungpara
peserta didik dikelas.
Terdapat
beberapa upaya dan langkah-langkah meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia
diantaranya: Menyederhanakan beban studi, Membangun profesionalisme guru, Membangun
kesadaran sisiwa, Membuatperpustakaan dan laboratorium, Membangun strategi yang
eksklaratif dan masih banyak lagi upaya peningkatan pendidikan.
MBS
dapat diimplementasikan secara optimal sebagai berikut: penyiapan konsep,
pengelompokkan sekolah, pentahapan implementasi MBS, Perangkat implementasi MBS
atau MBM.
Dari
sudut pandang internal tentu saja pendidikan berkualitas adalah yang
memungkinkan tenaga pengajar dan staf lainya mampu berkembang baik secara fisik
maupun psikis. Berkembang secara fisik antara lain mendapatkan imbalan
financial dan kesejahteraan hidup secara layak, sedangkan perkembangan secara
psikis adalah bila mereka diberi kesempatan untuk terus belajar dan
mengembangkan kemampuan, bakat, dan kreativitasnya. Tenaga pengajar dan staf
juga akan merasa puas.
Melihat
realitas pendidikan pendidikan di negeri ini masih banyak masalah dan jauh dari
harapan. Bahkan jauh tertinggal dari Negara-negara lain. Masalah pendidikan di
Indonesia ibarat benang kusut. Banyak permasalahan yang terjadi di dalam
pendidikan Indonesia bukan hanya sistem pendidikannya tetapi pelaku yang ada
didalamnya.
Mirisnya lagi
yang bisa mengenyam pendidikan kebanyakan orang-orang golongan atas , yang
memiliki uang lebih dan sementara orang-orang dari golongan bawah hanya bisa
diam dan tak tahu harus berbuat apa. Lihatlah pada realitanya banyak
calon-calon generasi penerus bangsa tidak bersekolah dan alasannya terkait
biaya pendidikan terlalu mahal. Akibat kondisi seperti ini, terjadi
pengganguran dimana-mana, kriminalitas menjadi hal yang utama menjadi pekerjaan
mereka, kemiskinan pun menjadi lingkaran setan yang sulit diputuskan. Beginalah
realitas bangsa Indonesia.
Komentar Individu
Pendidikan
di Indonesia saat ini kualitasnya sangat rendah dan tertinggal dari
bangsa-bangsa lain di dunia yang lebih maju. Persoalan yang berkaitan dengan
kualitas pendidikan ini sangat banyak yaitu menyangkut masalah kualitas calon
peserta didik, rendahnya kualitas guru dan tenaga kependidikan, dan kurangnya
sarana dan prasarana yang belum memadai. Persoalan yang
berkaitan dengan kulitas pendidikan adalah kurikulum yang tidak sesuai dengan
kebutuhan masyarakat.
Masalah kualitatif pendidikan berkenaan dengan masalah kualitas
guru dan kualitas siswanya, baik dari mengajar maupun belajarnya, harusnya
kualitas belajar mengajar guru dan siswanya ditingkatkan agar pendidikan lebih
berkualitas.
Hingga kini banyak pengamat pendidikan, ahli pendidikan
dan para pejabat pendidikan mengartikan pendidikan berkualitas dengan ukuran
perolehan nilai seperti Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) sering sekali dijadikan pedoman dalam kehidupan seseorang. IPK
itulah yang kemudian menjadi senjata untuk melanjutkan sekolah atau melamar
pekerjaan. Padahal yang
terpenting sekarang adalah “PROSES” dilapangan yang sebenarnya bukan “NILAI”.
Jika nilai seseorang bagus tetapi ternyata tidak sesuai dengan kemampuannya,
maka untuk melanjutkan kejenjang pekerjaan akan terhambat, mereka akan
kesulitan menjalankan pekerjaan mereka karena mereka tidak memiliki kemampuan.
Bahkan karena tidak punya skill tersebut, banyak lulusan sarjana yang akhirnya
menganggur. Untuk menangani masalah-masalah pendidikan di atas diperlukan suatu
kebijakan peningkatan mutu pendidikan.
Pandangan
kualitas seperti itu hanya berlaku ketika sekolah masih dikontrol oleh pihak
luar dan belum menjalankan MBS. Ketika sekolah-sekolah telah menerapkan MBS
maka kualitas pendidikan dimaknai dalam konteks yang lebih luas, dari pada
sekedar prestasi akademik.
Konsep MBS adalah menawarkan kepada sekolah untuk meyediakan pendidikan
yang lebih baik dan lebih memadai bagi para peserta didik.
MBS merupakan strategi pengelolaan
pendidikan disekolah yang mengarahkan dan mendayagunakan sekolah secara
efektifdan efisien sehingga menghasilkan lulusan yang berkualitas.
MBS mendorong profesionalisme guru dan kepala sekolah
sebagai pemimpin kependidikan sekolah. Melalui penyusunan kurikulum elektif, rasa
tanggap sekolah terhadap kebutuhan setempat meningkat dan menjamin layanan
pendidikan sesuai dengan tuntutan peserta didik dan masyarakat sekolah.
Dalam rangka mengembangkan dan meningkatkan pelayanan
pendidikan disekolah, terutama di era otonomi pendidikan, sekolah diharapkan
dapat mengembangkan manajemen pendidikan di sekolah, meningkatkan partisipasi
masyarakat baik dalam penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan.
Pada
sistem MBS/MBM, sekolah dituntut secara mandiri menggali, mengalokasikanya, menentukan
prioritas, mengendalikan dan mempertanggungjawabkan pemberdayaan sumber-sumber,
baik kepada masyarakat maupun pemerintah.
Berbagai cara
upaya peningkatan mutu pendidikan harus dilakukan untuk mencapai kualitas
pendidikan yang bermutu. Dengan adanya konsep Manajemen Berbasis Mutu
diharapkan sekolah benar-benar melaksanakan konsep tersebut dengan baik
sehingga sekolah mampu menghasilkan lulusan yang berkualitas untuk memajukan
mutu pendidikan di Indonesia agar Indonesia dapat maju dan dapat bersaing
dengan Negara-negara lainya terutama Negara maju.
Daftar
Pustaka
Suryosubroto, B. 2004. Manajemen
Pendidikan Di Sekolah. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Hasbullah, M. 2015. Kebijakan
Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Mulyasa, E. 2007. Manajemen
Berbasis Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Tilaar, H.A.R. 1992. Manajemen
Pendidikan Nasional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Qomar Mujamil. 2002. Manajemen
Pendidikan Islam. Jakarta: Erlangga.
Nata Abuddin. 2008, Manejemen
Pendidikan, Jakarta: kencana.
Nurkolis, 2003. Manajemen
Berbasis sekolah Teori, Model dan Aplikasi. Jakarta: Grasindo.
Koper ceria, realitas
pendidikan di Indonesia saat ini, www. Kebijakan. 15 April 2015
[5] Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam,
Jakarta, Erlangga, 2002, hlm. 210
[6]Nata Abuddin, Manajemen
Pendidikan, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2008, hlm:151.
[7]
Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam, Jakarta, Erlangga, 2002, hlm.
92
[8] Suryosubroto, Manajemen
Pendidikan Di Sekolah, Jakarta, PT Rineka Cipta, 2004 hlm. 199
[9]Mulyasa, Pedoman
Manejemen Berbasis Madrasah, Jakarta, Departemen Agama, 2005, hlm.13
[10] Mulyasa,
Manejemen Berbasis Sekolah, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2002,hlm.57
[11]
H.A.R. Tilaar, Manajemen Pendidikan Nasional, Bandung, PT Remaja Rosdakarya.
1992. Hlm. 112
[12]
Koper ceria, realitas pendidikan di Indonesia saat ini, www. Kebijakan. 15
April 2015
Komentar
Posting Komentar