BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sebelum timbulnya sekolah dan universitas yang kemudian dikenal sebagai
lembaga formal, dalam dunia islam sebenarnya telah berkembang lembaga-lembaga
pendidikan islam yang bersifat non-formal.lembaga-lembaga ini berkembang terus
dan bahkan bersamaan dengannya tumbuh dan berkembang bentuk-bentuk lembaga
pendidikan non-formal yang semakin luas. Lembaga-lembaga pendidikan islam yang
bercorak non-formal tersebut adalah: maktab atau kuttab, halaqah, majlis,
masjid, khan, ribath, rumah-rumah ulama, took-toko buku dan observatorium.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah lembaga-lembaga sebelum madrasah: Rumah-rumah ulama?
Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk : Mengetahui sejarah
lembaga-lembaga sebelum madrasah yaitu rumah-rumah ulama.
BAB II
PEMBAHASAN
Lembaga-Lembaga
Sebelum Madrasah: Rumah-Rumah Ulama
Rumah sebenarnya
bukan tempat yang nyaman untuk kegiatan belajar mengajar. Namun para ulama di
zaman klasik banyak yang mempergunakan rumahnya secara ikhlas untuk kegiatan
dan pengembangan ilmu pengetahuan. Hal ini umumnya disebabkan karena ulama yang
bersangkutan tidak memungkinkan memberikan pelajaran di masjid, sedangkan para
pelajar banyak yang berniat untuk mempelajari ilmu darinya. Setidaknya itulah
yang dilakukan oleh Al-Ghazali ketika ia memilih kehidupan sufi, demikian juga
Ali ibn Muhammad Al-Fasihi ketika ia dipecat dari madrasah Nizhamiyah karena
dituduh Syi’ah dan juga Ya’qub ibn Killis.
Rumah-rumah ulama
juga memainkan peranan penting dalam mentransmisikan ilmu agama dan pengetahuan
umum. Sebagai transmisi keilmuan, rumah muncul lebih awal Dari pada masjid.
Sebelum masjid di bangun, ketika Rosul di Mekah beliau menggunakan rumah
al-Arqam sebagai tempat memberikan pelajaran bagi kaum muslimin. Selain itu
juga menggunakan rumah beliau sebagai tempat berkumpul untuk belajar islam.
Walaupun rumah bukanlah tempat yang ideal untuk memberikan pelajaran, namun
banyak rumah ulama yang dpakai sebagai tempat belajar.
Belajar
dirumah-rumah ulama merupakan fenomena umum dimasyarakat islam. Hal ini rasa
terganggu atau berat hati bila rumah mereka dipakai tempat belajar. Mereka
justru bangga karena pelajar-pelajar datang ke rumah mereka untuk bertanya dan
belajar. Diadakannya pengajaran dan pendebatan ilmiah dirumah-rumah tidak lain
adalah karena terpaksa atau darurat. Ulama-ulama yang tidak diberi kesempatan mengajar
dilembaga formal, akan mengajar dirumah-rumah mereka. Semangat mereka untuk
menyebarkan ilmu telah melekat dalam jiwanya. Maka mereka tetap mengajarkan
ilmu walau harus dilakukan secara sembunyi-sembunyi atau privat.[1]
Terlebih setelah terjadinya mibnah,ilmu-ilmu rasional dimusuhi dan lembaga-lembaga pendidikan yang
mengajarkan pengetahuan umum dan filsafat ditutup, ulama-ulama dan pelajar yang
ingin mempelajari ilmu-ilmu rasional harus dengan sembunyi yang dilaksanakan
dirumah-rumah.
Masjid bukanlah
satu-satunya tempat diselenggarakannya pendidikan Islam. Rumah-rumah ulama juga
memainkan peranan penting dalam mentransmisikan ilmu agama dan pengetahuan
umum. Sebagai tempat transmisi keilmuan, rumah muncul lebih awal daripada
masjid. Sebelum masjid dibangun, ketika di Mekkah Rasulullah menggunakan rumah
Al-Arqam sebagai tempat memberikan pelajaran bagi kaum muslimin. Selain itu,
Beliau pun menggunakan rumah Beliau sebagai tempat untuk belajar Islam.
Untuk mencapai tujuan
dalam menyampaikan risalah tauhid sangat di perlukan suatu wadah atau lembaga
pendidikan. Lembaga pendidikan
merupakan suatu wadah berprosesnya seluruh komponen pendidikan secara
berkesinambungan dalam pencapaian tujuan pendidikan yang sempurna. Adakalanya
kelembagaan dalam masyarakat secara eksplisit membuktikan bahwa kuatnya tanggung jawab kultural
dan edukatif masyarakat dalam mempraktikkan ajaran Islam.
Hasan Langgulung
menjelaskan bahwa lahirnya pendidikan islam di tandai dengan munculnya lembaga
– lembaga pendidikan islam. Ketika wahyu di turunkan Allah kepada Nabi Muhammad
SAW, Maka untuk menjelaskan dan mengajarkan kepada para sahabat,Nabi mengambil
rumah Al-Arqam bin Abi Arqam sebagai tempatnya, disamping menyampaikan ceramah di berbagai tempat. Atas dasar inilah dapat di katakan
rumah Arqam sebagai lembaga pendidikan pertama dalam islam. Hal ini berlangsung
kurang lebih 13 tahun. Namun sistem pendidikan pada lembaga ini masih berbentuk
halaqah dan belum memiliki kurikulum dan silabus seperti yang di kenal
sekarang. Sedangkan sistem dan materi – materi pendidikan yang akan di
sampaikan di serahkan sepenuhnya kepada Nabi SAW.
Dengan di jadikanya oleh
Rasulullah Muhammad SAW. Rumah Al-Arqom
bin Abi al-Arqom sebagai tempat berkumpul para sahabat dalam
menyampaikan wahyu yang di terima dari Allah melalui malaikat Jibril as., ini
membuktikan bahwa rumah adalah lembaga pendidikan pertama dalam islam. Dalam
pendidikan islam selanjutnya, model sistem pendidikan ini terus di kembangkan sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan, tuntutan masyarakat, dan zaman.
Sebelum masjid di bangun,
maka di samping memberi pelajaran di rumah Al-Arqom itu, Nabi juga mengajar di
rumahnya di Mekkah, maka berkumpullah manusia di sekitar beliau untuk menerima
pelajaran yang di sajikan oleh Nabi. Kondisi tetap seperti ini hingga turunlah
surat al-Ahzab ayat 35. ayat ini di turunkan di madinah sesudah masjid di bangun.
Dengan turunnya ayat ini Allah telah meringankan kesibukan Nabi di
sebabkan mengalirnya manusia kerumah beliau yang boleh di katakan tidak
henti-henti.
Meski rumah bukanlah tempat yang ideal
untuk memberikan pelajaran, banyak rumah ulama yang dipakai sebagai tempat
belajar. Mungkin saja pelajaran di rumah dapat mengganggu penghuni rumah
tersebut, namun ulama-ulama tidak keberatan rumahnya dipakai tempat belajar,
Hal ini disebabkan semangat menyebarkan pengetahuan mereka dan karena belajar
mengajar mempunyai nilai ibadah. Mereka dengan ikhlas dan senang hati
menyediakan rumah-rumah mereka sebagai kelas-kelas belajar. Belajar di
rumah-rumah ulama merupakan fenomena umum di masyarakat Islam. Ini menunjukkan
tidak ada rasa terganggu atau berat hati bila rumah mereka dipakai tempat
belajar. Seharusnya, mereka berbangga hati karena pelajar-pelajar harus datang
ke rumah mereka untuk bertanya dan belajar. Banyak laporan sejarah yang
menjelaskan bahwa banyak pelajar yang menunggu di depan pintu rumah
ulama-ulama. Mereka kesana untuk mencari pemecahan masalah yang mereka hadapi
atau mendiskusikan persoalan-persoalan fiqih. Ada diantara mereka yang
menghadap ulama untuk meminta riwayat hadis, mendengarkan puisi, atau belajar
ilmu lainnya.
Diantara rumah ulama terkenal yang
menjadi tempat belajar adalah rumah Ibnu Sina, Al-Gazali, Ali Ibnu Muhammad
Al-Fasihi, Ya’qub Ibnu Killis, Wazir Khalifah Al-Aziz billah Al-Fatimy.
Selanjutnya Ahmad Syalabi, mengemukakan
bahwa dipergunakannya rumah-rumah ulama dan para ahli tersebut adalah karena
terpaksa dalam keadaan darurat, misalnya
rumah Al-Gazali setelah tidak mengajar lagi di Madrasah Nidamiyah dan menjalani
kehidupan sufi. Para pelajar terpaksa datang
ke rumahnya karena kehausan akan ilmu pengetahuan dan terutama karena pendapatnya yang sangat
menarik perhatian mereka. Sama halnya dengan Al-Gazali, adalah Ali Ibnu Muhammad Al-Fasihi, yang dituduh
sebagai seorang Syi’ah kemudian dipecat dari mengajar di Madrasah Nidamiyah,
lalu mengajar di rumahnya sendiri. Beliau-beliau, karena dikenal sebagai guru
dan ulama yang kenamaan maka kelompok-kelompok pelajar tetap mengunjungi di
rumahnya untuk meneruskan pelajaran.
Dengan dijadikannya oleh Rasulullah rumah
Al-Arqam bin Abi Arqam diterima Allah SWT, ini membuktikan bahwa rumah adalah
lembaga pendidikan pertama dalam Islam[2]. Selain
itu, di antara rumah ulama terkenal yang menjadi tempat belajar adalah:
1.
Ibnu Sina
2.
Al-Ghazali
3.
Ali Ibnu Muhammad
4.
Al-Fasihih
5.
Yakub Ibnu Killis
6.
Wazir Khalifah Al-Aziz billah Al-Fatimi
7.
Abi
Muhammad Ibn Hatim Al-Razi Al-Hafiz
8.
Abi Sulaiman Al-Sajastani
Walaupun sebenarnya, rumah bukanlah merupakan tempat
yang baik untuk tempat memberikan pelajaran namun pada zaman kejayaan
perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan islam, banyak juga rumah-rumah
para ulama dan para ahli ilmu pengetahuan menjadi tempat belajar dan
pengembangan ilmu pengetahuan. Hal ini pada umumnya disebabkan karena ulama dan
ahli yang bersangkutan yang tidak mungkin memberikan pelajaran dimasjid,
sedangkan pelajar banyak yang berminat untuk mempelajari ilmu pengetahuan
daripadanya.
BAB III
PENUTUPAN
Kesimpulan
Walaupun sebenarnya, rumah bukanlah merupakan tempat
yang baik untuk tempat memberikan pelajaran namun pada zaman kejayaan
perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan islam, banyak juga rumah-rumah
para ulama dan para ahli ilmu pengetahuan menjadi tempat belajar dan
pengembangan ilmu pengetahuan. Rumah-rumah
ulama juga memainkan peranan penting dalam mentransmisikan ilmu agama dan
pengetahuan umum. Sebagai transmisi keilmuan, rumah muncul lebih awal dari pada
masjid.
Diantara rumah ulama terkenal yang menjadi tempat
belajar adalah rumah Ibnu Sina, Al-Gazali, Ali Ibnu Muhammad Al-Fasihi, Ya’qub
Ibnu Killis, Wazir Khalifah Al-Aziz billah Al-Fatimy, dan lain-lainya.
DAFTAR PUSTAKA
Junaedi Mahfud dan Mansur. 2005. Rekonstruksi Sejarah Pendidikan
Islam di Indonesia. Jakarta: Departemen Agama.
Zuhairini. 2013. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Nata Abuddin.
2012. Sejarah Pendidikan Islam pada Periode klasik dan Pertengahan.
Jakarta. Rajawali Pers.
Komentar
Posting Komentar