Langsung ke konten utama

Makalah Mu'tazilah



BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Aliran Mu’tazilah adalah aliran fikiran islam yang terbesar dan tertua, yang telah memainkan peranan yang sangat penting orang yang hendak mengetahui filsafatt islam yang sesungguhnya dan yang berhubungan dengan agama dan sejarah. Pemikiran islam haruslah menggali buku-buku yang dikarang orang-orang Mu’tazilah, bukan yang dikarang oleh orang-oranglazim disebut filosof-filosof islam, seperti Ibn Sina dan lain-lain.
            Aliran Mu’tazilah lahir kurang lebih pada permulaan abad kedua hijrah di kota Basrah, Pusat ilmu dan peradaban Islam kala itu, tempat peraduan aneka kebudayaan asing dan pertemuan bermacam-macam agama.
Rumusan Masalah
1.      Bagaimana latar belakang munculnya Mu’tazilah?
2.      Siapa saja tokoh pendiri Mu’tazilah?
3.      Apa saja ajaran-ajaran Mu’tazilah?
4.      Siapa saja golongan-golongan Mu’tazilah?
Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk : (1). Mengetahui latar belakang munculnya Mu’tazilah, (2). Mengetahui tokoh-tokoh pendiri Mu’tazilah, (3). Mengetahui ajaran-ajaran Mu’tazilah, (4). Mengetahui golongan-golongan Mu’tazilah.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Latar Belakang Kemunculan Mu’tazilah
Secara harfiah kata Mu’tazilah berasal dari i’tazala yang berarti “berpisah” atau “memisahkan diri”. Secara teknis, istilah Mu’tazilah dapat menunjuk pada dua golongan. Golongan pertama (Mu’tazilah I) muncul sebagai respon politik murni. Golongan ini tumbuh sebagai kaum netral politik, khusunya dalam arti sikap yang lunak dalam menengahi pertentangan antara Alibin Abi Thalib dan lawan-lawanya, terutama Mu’awiyah, Aisyah dan Abdullah bin Zubair. Menurut penulis, golongan yang netral politik masa inilah yang sesungguhnya disebut kaum mu’tazilah karena mereka menjauhkan diri dari pertikaian masalah khilafah.
Golongan kedua (mu’tazilah II) munculsebagai respon persoalan teologis yang ber4kemban dikalangan khawarij dan murji’ah karena peristiwa tahkim golongan mu’tazilah ini muncul karena mereka berbeda pendapat dengan golongan khawarij dan murji’ah tentang pemberian status kafir kepada orang yang berbuat dosa besar.[1]   
Nama “Mu’tazilah” bukan ciptaan orang-orang Mu’tazilah sendiri, tetapi diberikan oleh orang-orang lain. Orang-orang Mu’tazilah menamakan dirinya “ahli keadilan dan keesaan” (ahlul adli wat tauhid). Nama Mu’tazilah  diberikan karena:
a.       Orang-orang Mu’tazilah menyalahi pendapat sebagian besar ummat karena mereka (orang-orang Mu’tazilah) mengatakan bahwa orang fasik, yaitu orang yang melakukan dosa besar, tidak mu’min tidak pula kafir.
b.      Wasilbin Ata’, pendiri aliran Mu’tazilah berbeda pendapat dengan gurunya yaitu Hasan Basri, dalam soal tersebut diatas, karenanya ia memisahkan diri daripelajaran yang diadakan gurunya dan berdiri sendiri kemudian mendapat pengikut banyak. Kemudian Hasan Basri berkata “Wasil telah memisahkan diri dari kami” . sejak saat itu maka wasil dan teman-temanya disebut “golongan yang memisahkan diri” (Mu’tazilah)
c.       Ahmad Amin dalam bukunya (Fajar Islam 1/344) berpendapat bahwa mula-mula memberikan nama “Mu’tazilah” adalah orang-orang Yahudi, pada abad ke empat atau ketiga sebelum lahir isa timbulah golongan Yahudi “PHARISSE”yang artinya “memisahkan diri” (dari bahasa Ibrani, parash; to separate). Sebutan ini dipakaiuntuk orang Mu’tazilah, bahwa pharisse mirip dengan golongan Mu’tazilah, yaitu  bahwasemua perbuatan bukan Tuhan yang mengadakanya. Akan tetapi pendapat ini kurang tepat,karena  motif berdirinya golongan Pharisse berlainan dengan motif berdirinya golongan Mu’tazilah.
Golongan-golongan yang mempengaruhi aliran Mu’tazilah :
a.       John of Damascus (676-749)
Teori ini mengatakan bahwa Tuhan zat yang baik, menjadi sumber segala kebaikan dan tidak dapat mengerjakan keburukan; Tuhan tidak mempunyai sifat-sifat yang bias menimbulkan pengertian bilangan; gambaran-gambaran yang dilakukan oleh kitab suci ketika membicarakan Tuhan hanyalah sebagai lambang semata,agar manusia dapat mudah memahaminya; manusiabebas berbuat dan memilih yang  karenanya ia diminta pertanggungan jawab
b.      Tsabit Bin Qurroh
Diambil dari teori pemujaan kekuatan akal; dengan akal pikiran semata-mata manusia mengetahui adanya Tuhan;dengan akal pikiran pula ia dapat mengetahui baik dan buruk; dan dari Tsabit pula diambil pula cara-cara pembenaran agama dengan alassan-alasan fikiran . [2]

B.     Tokoh-tokoh Mu’tazilah
a.      Wasil bin’ Ata al-Ghazzal (80-131 H atau 699 M)
Ia adalah pendiri aliran mu’tazilah dan yang meletakkan ajaran-ajaran yang lima yang menjadi dasar semua golongan mu’tazilah. Kebanyakan pendapat-pendapatnya belum matang.
b.      Abu Al-Huzail Al-Allaf (135- 226 H atau 753- 840 M)
Ia menjadi pemimpin aliran mu’tazilah basrah. Ia mempelajari buku-buku Yunanidan banyak terpengaruh dengan buku-buku itu. Karena dialah aliran mu’tazilah mengalami kepesatan. Pendapat-pendapanya antara lain:
1). Tentang aradl; dinamakan ardl bukan karena mendatang pada benda-benda, karena banayak aradl yang terdapat bukan pada benda, seperti waktu, abadi dan hancur. Ada aradl yang abadi dan ada yang tidak abadi.
2). Menetapkan adanya bagian-bagian yang tidak dapat dibagi-bagi lagi
3). Gerak dan diam; benda yang banyak bagian-bagianya bisa bergerak dengan satu bagian yang bergerak. Menurut mutakallimin. Hanya itu sendiri yang bergerak.
4). Hakekat manusia; hakekatnya adalah badanya, bukan jiwanya  (nafs atau rukh)
5). Gerak penghuni surge dan neraka; gerak- gerik mereka akan menjadi ketenangan (diam). Didalam ketenangan ini terkumpul semua kesenangan dan siksaan.
6). Qadr; manusia bias mengadakan perbuatan-perbuatannyadi dunia, akan tetapi kalau sudah berada di akhirat tidak berkuasa lagi.
7). Khabar tentang sesuatu yang dapat dicapai panca indra hanya bisa diterima apabila diberitakan oleh 20 orang sekurang-kurangnya, seorang diantara nya dari ahli surga ( golongan Mu’tazilah)

c.       Ibrahim bin Sayyar an-Nazzam (wafat 231 H atau 845 M)
Ia adalah murid Abu Huzail  al-Allaf, orang terkemuka, lancer bicara, banyak mendalami filsafat dan banyak karanganya. Beberapa pendapatnya berlainan dengan orang-orang Mu’tazilah lainya. Pendapat-pendapatnya antara lain:
1). Tentang benda (jisim); selain gerak, semua yang ada disebut jisim, termasuk warna dan bau.
2). Tidak mengakui adanya bagian yang tidak dapat dibagi. Ia mengatakan bahwa sesuatu bagian bagaimanapun kecilnya dapat di bagi-bagi.
3). Tidak ada “diam” diam hanyalah istilah bahasa, pada hakekatnya semua yang ada bergerak.
4). Hakekat manusia, hakekat manusia adalah jiwanya, bukan badanya,  badanadalah penjara jiwa, kalaulepasdari badan akan kembalike alamnya.
5). Berkumpulnya contradictie dalam suatu tempat, menunjukkan adanya Tuhan.
6). Teori sembunyi (kumun)
     Semua makhluk dijadikan Tuhan sekaligus dalam waktu yang sama.
7). Berita yang benar adalah yang diriwayatkan oleh imam ma’sum.
8). I’jaz Qur’an (daya pelemah) terletak pada pemberitaan hal-hal yang gaib.
d. Mu’ammar bin Abbad as-Sulmay (wafat 220 H/ 835 M)
Mu’ammar bin Abbad adalah pendiri muktazilah aliran Baghdad. pendapatnya tentang kepercayaan pada hukum alam. Pendapatnya ini sama dengan pendapat al-jahiz. Ia mengatakan bahwa Tuhan hanya menciptakan benda-benda materi. Adapun al-‘arad atau accidents (sesuatu yang datang pada benda-benda) itu adalah hasil dari hukum alam. Misalnya, jika sebuah batu dilemparkan ke dalam air, maka gelombang yang dihasilkan oleh lemparan batu itu adalah hasil atau kreasi dari batu itu, bukan hasil ciptaan Tuhan.
e. Bisyr bin al-Mu’tamir (wafat 226 H/ 840 M)
pendapatnya anatara lain, siapa yang taubat dari sesuatu dosa besar kemudian mengerjakan dosabesar lagi, ia akan menerima siksa yang pertama juga, sebab taubatnya dapat diterima dengan syarat tidak mengulangi lagi. Dengan perkataan lain, siksanya akan berlipat ganda.
f.   Jahiz Amr bin Bahr (wafat 255 H/ 808M)
ia terkenal tajam penanya,banyak karanganya dan gemar membaca buku-buku filsafat, terutama filsafat alam.
C.    Ajaran-ajaran Dasar Teologi Mu’tazilah
1). At-Tauhid
At-tauuhid(pengesaan Tuhan) merupakan prinsip utama dan inti sari ajaran Mu’tazilah. Sebenarnya, setiap mahzab teologis dalam islam memegang dokrin ini. Akan tetapii, bagi Mu’tazilah tauhid memiliki arti yang spesifik. Tuhan harus disucikan dari segala sesuatu yang dapat mengurangi arti kemahaesaan-Nya. Tuhan satu-satunya Esa, yang unik, dan tidak satupun menyamainya.olehkarena itu, hanya Dialah yang qodiim. Apabila ada yang qodim lebih dari satu, telah terjadi ta’addud al-qudama’(berbilangnya dzat yang tidak berpemulaan).
            Untuk memurnikan keesaan tuhan, Mu’tazilah menolak konsep tuhan memiliki sifat-sifat, pengambaran fisik tuhan, dan tuhan dapat dilihat dangan mata kepala. Akan tetapi sifat adalah sesuatu yang melekat apabila sifat tuhan yang qodim, berarti ada dua yang qodim



2). Al-Adl
Al-Adl yang berarti tuhan maha adil. Adil adalah suatu atribut yang paling jelas untuk menunjukkan suatu kesempurnaan. Karena tuhan maha sempurna, sudah pasti dia adil.
Ajaran tentang keadilan ini berkaitan erat dengan beberapa hal antara lain:
a). Perbuatan Manusia
manusia menurut Mu’tazilah, melakukan dan menciptakan perbuatannya sendiri terlepas dari kehendak dan kekuasaaan Tuhan, baik secara langsungmaupun tidak. Manusia benar-benar bebas untuk menentukan pilihan perbuatannya baik atau buruk, akan tetapi perlu diketahui tuhan hanya menyuruh dan menghendaki yang baik bukan yang buruk.
b). Berbuat baik dan terbaik
Dalam istilah arab berbuat baik dan terbaik disebut Ash-Shalah wa Al-Ashlah. Maksudnya adalah kewajiban Tuhan untuk berbuat baik, bahkan terbaik bagi manusia. Menurut An-Nazzam salah satu tokoh Mu’tazilah, Tuhan tidak dapat berbuat jahat. Konsep ini berkaitan dengan kebijaksanaan , kemurahan, dan kepengasihan Tuhan yaitu sifat-sifat yang layak baginya.
c). Mengutus Rasul
Mengutus rasul kepada manusia merupakan kewajiban Tuhan karena alasan-alasan berikut ini.
(1). Tuhan wajib berlaku baik kepada manusia an hal itu tidak dapat terwujud, kecuali dengan mengutus rasul kepada mereka.
Al-Quran secara tegas menyatakan kewajiban Tuhan untuk memberikan belas kasih kepada manusia (Q.S. Asy-Syu’ara’[26]:29). Cara yang terbaik untukmaksud tersebut adalah dengan pengutusan rasul.
(2). Tujuan diciptakan manusia untuk beribadah kepada-Nya. Agar tujuan tersebut berhasil, tidak ada jalan lain selain mengutus rasul.
d). Al-Wa’d wa Al-Wa’id
Al-Wa’d wa Al-Wa’id berarti janji dan ancaman.  Janji Tuhan untuk memberi pahala masuk surga bagi yang berbuat baik (al-muthi’) dan mengancam dengan siksa neraka atas orang durhaka (al-‘ashi) pasti terjadi, begitu pula janji Tuhan untuk memberi pengampunan pada orang yang bertobat nasuha pasti benar adanya
e). Al-Manzilah Bain Al-Manzilatain
Ajaran ini terkenal dengan status orang beriman (mukmin) yang melakukan dosa besar. Khawarij menganggap orangtersebut sebagai orang kafir, bahkan musyrik. Menurut Murji’ah, orang itu tetap mukmin dan dosanya diserahkan kepada Tuhan. Mungkin dosa tersebut diampuni Tuhan.
Golongan Mu’tazilah membagi ma’siat kepada dua bagian, yaitu besar dan kecil. Maksiat besar dibagi dua:
(1). Yang merusak dasar agama, yaitu syirik ( mempersekutukan Tuhan) dan orang yang mengerjakanya menjadi kafir.
(2). Yang tidak merusak dasar agama, mengerjakanya bukan lagi orang mu’min. karena ia melanggar agama, juga tidak menjadi kafir, karena ia masih mengucapkan syahadat. Karenaya ia menjadi fasik.


f). Al-Amr bi Al-Ma’ruf wa An-Nahy’an Al-Munkar
Ajaran ini menekankan keberpihakan pada kebenaran dan kebaikan. Ini merupakan konsekuensi logis dari keimanan seseorang. Pengakuan keimanan dibuktikan dengan perbuatan baik, diantaranya dengan menyuruh orang baik dan mencegah dari kejahatan.
            Beberapa syarat yang harus dipenuhi seorang mukmin dalam ber-amar ma’ruf dan nahi munkar, seperti yang dijelaskan oleh salah seorang tokohnya, Abd Al-Jabbar (W. 1024), yaitu:
(1)   Ia mengetahui perbuatan yang harus itu ma’ruf dan yang dilarang itu munkar.
(2)   Ia mengetahui bahwa kemungkaran telah dilakukan orang.
(3)   Ia mengetahui bahwa perbuatan amar ma’ruf atau nahi munkar tidak akan membawa madharat yang lebih besar.
(4)   Ia mengetahui atau paling tidak menduga bahwa tindakanya tidak akan membahayakan diri dan hertanya.
Al-ma’ruf adalah yang diterima dan diakui Allah. Adapun al-munkar yaitu sesuatu yang tidak dikenal, tidak diterima, atau buruk. [3]






BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Secara harfiah kata Mu’tazilah berasal dari i’tazala yang berarti “berpisah” atau “memisahkan diri”. Secara teknis, istilah Mu’tazilah dapat menunjuk pada dua golongan. Tokoh tokoh Mu’tazilah antara lain, Wasil bin’ Ata al-Ghazzal, Abu Al-Huzail Al-Allaf, Ibrahim bin Sayyar an-Nazzam, Mu’ammar bin Abbad as-Sulmay, Bisyr bin al-Mu’tamir, Jahiz Amr bin Bahr. Ajaran-ajaran dasar Mu’tazilah adalah tauhid, Al-adl, berbuat baik dan terbaik, mengutus rosul, Al-Wa’d wa Al-Wa’id, Al- Manzilah Bain Al-Manzilatin, Al-Amr bi Al-Ma’ruf wa An-Nahy’an Al-Munkar.











DAFTAR PUSTAKA
Rozak Abdul dan Anwar Rosihon. 2012. Ilmu Kalam. Bandung. Pustaka Setia.
Hanafi  Ahmad. 1995.Theologi Islam (Ilmu Kalam).  Jakarta. Pustaka Setia.



[1] Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, Bandung, CV Pustaka Setia, 2012, hlm. 97.
[2] Ahmad Hanafi, Theologi Islam (Ilmu Kalam), Pustaka Setia, hlm. 39
[3] Ibid., 46

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ISIM MUDZAKKAR DAN MU'ANNAST

KALIMAH ISIM Isim adalah kalimah yang menunjukkan arti benda atau apapun yang menurut tata bahasa Arab dikategorikan sebagai isim. Contoh : كِتاَبٌ        (buku)   مَدْ رَسَةٌ (sekolah) فاَطِمَةٌ      (Fatumah)         قَوْلٌ        (Perkataan) MACAM-MACAM ISIM Isim dibedakan menjadi bermacam-macam menurut pengelompokanya, yaitu: A.     Isim Mudzakkar dan Isim Mu’annast 1.       Isim mudzakkar yaitu isim yang menunjukkan arti laki-laki atau dianggap laki-laki. Contoh: مُحَمَّدٌ             (Muhammad)   اَلْقَمَرُ       (rembulan) رَجُلٌ             (orang laki-laki)            مَسْجِدٌ      (Masjid) 2....

Makalah Kepemimpinan Abu Bakar As Siddiq dan Umar Bin Khattab

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Kepemimpinan adalah amanah.dan karena itu, dalam suatu system yang islami, seseorang tak boleh menuntut suatu jabatan. [1] Pemimpin memiliki kedudukan yang sangat penting bagi kelompok masyarakat, berbangsa dan bernegara. Suatu komunitas masyarakat, bangsa dan negara tidak akan maju, aman dan terarah jika tidak adanya seorang pemimpin. Pemimpin menjadi kunci keberhasilan dalam suatu komunitas masyarakat, pemimpin yang mampu memberi rasa aman, tentram, mampu mewujudkan keinginan rakyatnya, itulah yang dianggap sebagai pemimpin yang sukses. Pemimpin yang sukses adalah pemimpin yang dicintai oleh yang dipimpinnya, sehingga pikirannya selalu didukung, perintahnya selalu diikuti dan rakyat membelanya tanpa diminta terlebih dahulu. Figur kepemimpinan yang mendekati penjelasan tersebut adalah kepemimpinan Rasulullah saw beserta para sahabatnya (Khulafaur Rasyidin). Abu Bakar terpilih menjadi kalifah untuk mengganti kepemimp...